Assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh.
Semoga Allah subhanahu wata'ala menjadikan kita sebagai manusia yang pandai bersyukur.
Judul artikel ini sebenarnya adalah pertanyaan saya kala hampir tiap hari menemukan posting teman-teman di jejaring sosial mengenai kisruh Pilkada DKI Jakarta.
Untuk diketahui bersama bahwa domisili saya bukanlah di DKI Jakarta. Sebagian besar teman-teman saya di jejaring sosial bukanlah orang asing (berdomisili sama dengan saya). Hal itulah yang sangat membuat saya makin penasaran ihwal postingan negatif di jejaring sosial yang belakangan beredar.
Postingan-postingan mereka tersebut selalu condong ke arah isu agama. Mereka selalu menggunakan kalimat-kalimat provokatif yang cenderung memperkeruh tali silaturrahmi dan persaudaraan, baik itu kepada sesama muslim atau pun kepada yang belum beragama muslim.
Rasa penasaran saya itu menimbulkan beberapa pertanyaan:
"Apa keuntungan yang mereka dapatkan dengan memuat posting-posting negatif seperti itu?"
"Apakah kisruh Pilkada DKI merupakan tanggungjawab mereka sekali pun mereka bukan pemilih?"
Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah kira-kira yang selalu terbayang di pikiran saya. Logikanya adalah, jika memang itu tanggungjawab mereka untuk mengingatkan saudara seiman akan ketetapan Allah dalam Al-quran, ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka sekali-kali tidak berkaca mengenai kapasitas diri.
Saya mengajak teman-teman untuk menanyakan kepada diri pribadi masing-masing apakah kalian memang sudah benar-benar bertanggungjawab atas hal-hal tertentu atau tidak. Maksudnya, untuk menjadi seseorang yang bertanggungjawab dalam mengingatkan saudaranya yang seiman untuk taat kepada ketetapan Allah (dalam hal ini memilih pemimipin muslim), ia harus mempunyai status sebagai pemilih di Pilkada DKI Jakarta. Tentulah mereka tidak mempunyai status itu.
Kemudian terlepas dari isu segmented yang menimpa saya tersebut, saya mempunyai pertanyaan yang saya rasa jauh lebih penting dan jauh lebih bermanfaat. Pertanyaan itu adalah:
"Bagaimanakah sesungguhnya muslim yang paling utama di hadapan Allah subhanahu wata'ala?"
Mengacu kepada pertanyaan itu, alhamdulillah, saya malah bisa belajar mengenai hal-hal baru yang belum saya ketahui sebelumnya.
Sebagai seorang muslim yang masih perlu banyak belajar, saya tidak sekali-kali berani membuat sesuatu yang dapat menyakiti hati seseorang, baik itu hati seorang muslim atau pun hati seseorang yang belum beragama muslim.
Berdasarkan hasil penelusuran pembelajaran saya mengenai isu yang sudah saya tanyakan di atas, saya menemukan beberapa hal penting. Berikut akan saya sampaikan di bawah ini mengenai Muslim/ Manusia yang Paling Utama.
Tidak Suka Mengusik dan Menyakiti Saudaranya
Hal ini berdasarkan:
Mereka bertanya: Wahai Rasulullah, Islam apakah yang paling utama? Beliau bersabda:
“Yaitu orang yang muslim lainnya aman dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bukankah sudah jelas, Islam yang diturunkan oleh Allah subhanahuwata'ala dan disampaikan oleh rosulullah shollallahu'alaihi wasallam adalah ajaran yang sejuk lagi damai, bukan yang keras lagi kasar?
Lisan dan tangan seseorang adalah yang dapat menghinakan mereka jika digunakan untuk menyakiti hati orang lain.
Bermanfaat Bagi Manusia Lainnya
Hal ini berdasarkan:
Diriwayatkan dari Jabir berkata:
”Rasulullah shollallahu'alaihi wasallam bersabda,"Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni)
Dari Ibnu Umar bahwa seorang lelaki mendatangi Nabi saw dan berkata:
”Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling diicintai Allah? dan amal apakah yang paling dicintai Allah?” Rasulullah shollallahu'alaihi wasallam menjawab,”Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat buat manusia dan amal yang paling dicintai Allah adalah kebahagiaan yang engkau masukkan kedalam diri seorang muslim atau engkau menghilangkan suatu kesulitan atau engkau melunasi utang atau menghilangkan kelaparan. Dan sesungguhnya aku berjalan bersama seorang saudaraku untuk (menuaikan) suatu kebutuhan lebih aku sukai daripada aku beritikaf di masjid ini—yaitu Masjid Madinah—selama satu bulan. Dan barangsiapa yang menghentikan amarahnya maka Allah akan menutupi kekurangannya dan barangsiapa menahan amarahnya padahal dirinya sanggup untuk melakukannya maka Allah akan memenuhi hatinya dengan harapan pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang berjalan bersama saudaranya untuk (menunaikan) suatu keperluan sehingga tertunaikan (keperluan) itu maka Allah akan meneguhkan kakinya pada hari tidak bergemingnya kaki-kaki (hari perhitungan).” (HR. Thabrani)
Poin ini menurut saya merupakan poin yang paling sering dilupakan oleh banyak orang. Banyak sekali seorang muslim merasa takabbur/ arogan kepada orang lain hanya karena mereka bukan seorang muslim. Mereka merasa lebih unggul. Padahal mereka sama sekali tidak mengetahui dengan pasti siapa yang lebih mulia di sisi Allah sebenarnya.
Jika kita hubungkan dalam kisruh Pilkada DKI, ketika isu penodaan agama dihembuskan yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu, banyak sekali muslim/ muslimah yang termakan hasud hingga merendahkan Gubernur DKI saat ini. Mereka tidak sekali-kali mengalihkan fokusnya kepada hal yang lebih ma'ruf sesuai yang disampaikan oleh rosulullah shollallahi'alaihi wasallam pada riwayat di atas.
Mereka menghujat seolah-olah Gubernur DKI yang sekarang ini adalah gubernur yang zalim. Seharusnya jika kita ingin menjadi muslim sejati, hendaknya kita dapat bersikap lemah lembut lagi arif.
Mereka tidak menyadari dengan ketulusan dari hati mereka yang paling dalam bahwa seseorang yang belum beragama islam pun dapat lebih mulia ketika ia bisa membawa kemanfaatan yang lebih luas bagi manusia lainnya.
Bukan kah sudah dikisahkan bahwa yang lebih utama dan mulia adalah memang yang membawa kemanfaatan lebih banyak kepada manusia lain. Nabi Yusuf Alaihissalam adalah lebih utama dibanding ayahnya sendiri yaitu nabi Ya'qub Alaihissalam dikarenakan membawa kemanfaatan yang lebih luas untuk manusia (negeri mesir).
Jangan jadikan sholat dan ibadah sunnah sebagai faktor yang membuat kita angkuh. Merasa lebih mulia dibanding orang lain di sisi Allah. Ketahuilah bahwa sholat hanya untuk diri kita masing-masing. Namun, jadikanlah sholat itu faktor yang membawa manfaat bagi orang lain.
Mempelajari Al-quran dan Mengajarkannya
Hal ini berdasarkan:
"Sebaik-baiknya kalian adalah yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya." (HR. Bukhari)
Jadikanlah Al-quran sebagai pedoman bagi kita untuk mencerminkan Islam yang sesungguhnya. Bukan yang mencerminkan keangkuhan, keras dan kasar.
Apakah Al-quran bisa diajarkan dengan keangkuhan, kekerasan dan kekasaran?
Paling Baik Akhlaknya
Hal ini berdasarkan:
"Sesungguhnya yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik akhlaknya." (HR. Bukhari)
Akhlak seseorang dicerminkan ke dalam tingkah lakunya.
Janganlah kita kedepankan arogansi dan nafsu. Semata-mata sifat itu hanya akan membawa kita kepada keburukan. Buanglah jauh-jauh sifat setan itu. Niscaya kita menjadi muslim yang terang lagi bermanfaat.
***
Demikian artikel saya kali ini.
Jika ada penjelasan yang kurang atau bahkan menyimpang, kalian bisa sampaikan di kolom komentar sehingga saya bisa tambahkan/ perbaiki.
Terakhir, jika ada tulisan saya pada postingan ini yang melukai hati para pembaca, saya minta maaf. Tidak ada sedikit pun maksud di hati saya untuk melukai hati siapa pun.
Saya ucapkan terima kasih bagi yang sudah membaca sampai sejauh ini.
Semoga kita selalu dibimbing oleh Allah subhahu wata'ala dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
Semoga postingan ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh.
Rujukan: dakwatuna.com
***
Rujukan: dakwatuna.com
1 comments:
The King Casino | Slot Games - Herzaman India
BalasPragmatic sol.edu.kg Play's new online slots are 토토 사이트 available on the online 출장안마 casino's herzamanindir.com/ website and can be played on your phone from anywhere.